Jogja Fashion Week (JFW) 2011-Pintu Gerbang Fashion Indonesia

Jogja Fashion Week (JFW)  2011 menjadi pintu  gerbang fashion Indonesia. Inilah visi perhelatan fashion Jogja terbesar, JFW 2011 yang akan diselenggarakan 2-6 November 2011.

Dana Raharja (kiri) desainer Semarang berjalan bersama salah satu model yang memperagakan rancangan busana kasual yang elegan dalam preview Jogja Fashion Week 2011, Selasa (7/6) di Apip’s Syakur Kerajinan Batik.

Ketua Pelaksana JFW 2011 Afif Syakur menjelaskan misi JFW 2011 antara lain memperkenalkan serta memperluas jaringan pasar industri tekstil/garmen/fashion sebagai industri rumah tangga serta Usaha Kecil Menengah (UKM) kepada pelaku bisnis nasional dan internasional.

Selain itu, JFW 2011 diharapkan mampu mendorong produsen lokal membuat produk yang mampu bersaing dengan bansa lain dengan mengedepankan teknologi industri serta produksi missal.

“Mengukuhkan Jogja Fashion Week 2011 “In Vintage”  sebagai event yang mempresentasikan trend etnik sekaligus menjadi ikon budaya nasional,” terang Afif Syakur.

JFW 2011 memiliki rangkaian acara antara lain pameran dagang, lomba cipta busana, karnaval serta peragaan busana (fashion show).

Pameran dagang  (trade exhibition) akan memberi kesempatan kepada produsen fashion dan asesoris dari industri rumah tangga hingga UKM untuk memamerkan produk terbaik mereka.  Untuk mengikuti pameran dagang fashion dan asesoris JFW 2011, masyarakat dipersilakan menghubungi Balai Pelayanan Bisnis dan Pengelolaan Kekayaan Intelektual Disperindagkop&UKM Provinsi DIY  jalan HOS Cokroaminoto No.162 Yogyakarta (0274-8517770).

Lomba cipta busana (fashion competition) JFW 2011 akan memberikan kesempatan kepada kreator, perancang busana pemula dan muda untuk berkompetisi menampilkan kreasi busana ready to wear dengan tema “Metamorfosa”.

Sepi

Tropi dan uang pembinaan akan diberikan kepada para pemenang fashion competition ini.

Info mengenai fashion competition JFW 2011 bisa diperoleh di PAPMI DIY Jalan KH. Ahmad Dahlan Yogyakarta (0274-373731).

JFW 2011 juga akan diisi dengan karnaval atau fashion  on the street yang akan didukung Dinas Pariwisata Provinsi DIY sebagai usaha mendukung bidang pariwisata Yogyakarta serta menjadi sarana kreatifitas anak muda Jogja dalam mem

buat kemeriahan di jalan raya.

Fashion on the street JFW 2011 sekaligus menjadi ajang kompetisi menciptakan busana karnaval unik dan menarik dalam kategori perorangan maupun kelompok.  Fashion on the street menampilkan tema “Sparkling in Vintage”.

Mengenai informasi lebiih lanjut tentang pelaksanaan fashion on the street, bisa menghubungi Dinas Pariwisata Provinsi DIY, Jalan Malioboro No.56 Yogyakarta (0274-512211, 565437).

JFW 2011 juga akan diisi peragaan busana (fashion show) yang akan diikuti perancang/kreator busana Indonesia dengan menampilkan kreasi busana ready to wear selama 5 hari berurutan. Fashion show JFW 2011 memiliki  beberapa ketentuan dalam paket peragaan busana.

Ketentuan peragaan busana tersebut hadir dalam paket A berupa peragaan busana delapan (8) rancangan berupa 6 rancangan busana wanita serta 2 busana pria. Paket B berupa peragaan busana 8 rancangan busana untuk ibu-ibu muda serta model senior. Sementara paket C berisi peragaan busana 6 rancangan yang akan di peragakan sore hari.

Indigosol

Zat warna indigosol memiliki beberapa sifat dasar yaitu, Memiliki warna dasar muda dan mudah larut dalam air dingin, Setiap warna disebutkan pada zat warna Indigosol dengan tambahan kode di belakangnya, Bisa digunakan untuk Pencelupan atau Pencoletan, Warna yang timbul melalui proses oksidasi langsung di bawah sinar matahari atau dengan zat asam.
Kali ini yang akan dibahas adalah memanfaatkan indigosol untuk Teknik Pencelupan Pada Batik. Sifat Indigosol yang mudah larut pada air dingin memudahkan untuk dilakukan proses pencelupan Batik yang notabene tidak bisa bersentuhan langsung dengan air panas karena menggunakan zat perintang lilin yang tidah tahan panas.
Bagaimana cara mencelup Batik menggunakan Pewarna Indigosol? Ada 4 tahap dalam proses pencelupan kain Batik pada pewarna yang menggunakan zat warna Sintetis, khususnya Indigosol.

  1. Tahap Persiapan Zat Pewarna
  2. Tahap Persiapan Kain Batik
  3. Tahap Pencelupan/pewarnaan Kain Batik
  4. Tahap Finishing/fixasi Kain Batik

I. TAHAP PERSIAPAN ZAT PEWARNA

Untuk standar pewarnaan satu meter kain, bahan yang harus disiapkan antar lain :

  • 3-5 gr indigosol
  • 6-10 NaNO2 (Natrium Nitrit) [biasanya dua kali jumlah pewarna indigosolnya]
  • 1 gelas kecil air panas (100’C)
  • 1-2 lt air dingin

Proses Persiapan :

  1. Larutkan indigosol dengan air panas sampai benar-benar larut
  2. Masukkan Natrium Nitrit dan larutkan hingga larut juga
  3. tambahkan air dingin secukupnya

II. TAHAP PERSIAPAN KAIN BATIK

  1. Kain dibatik (ditempeli malam sesuai motif, menggunakan canting)
  2. Setelah melekat kuat, kain direndam dalam larutan TRO/Turkish Red Oil (10lt air + 10gr TRO)
  3. Tiriskan Kain Batik

III. TAHAP PENCELUPAN

  1. Masukan kain Batik ke dalam larutan Indigosol, ratakan pewarna, lalu tiriskan
  2. Diangin-angin di bawah sinar matahari langsung sambil dibolakbalik berkali-kali
  3. Lakukan Proses 1 dan 2 tersebut dua kali.

IV. TAHAP FINISHING/FIKSASI KAIN BATIK

Siapkan 4 lt air + 60cc HCL (diaduk hingga larut merata)
Masukan Kain Batik hasil pewarnaan Indigosol ke dalam larutan, sebentar saja
Angkat dari larutan HCL, lalu cuci bersih dengan air.
Kain Batik Dilorod (direbus) untuk menghilangkan lilim/malam batik yang masih menempel
Lalu keringkan

Euphoria Batik

Kita pasti melihat akhir-akhir ini di banyak acara stasiun TV, busana batik menjadi pilihan para pengisi acara tersebut, dari mulai host sampai terkadang kru di lapangan menggunakan busana batik. Apakah hal ini hanya terjadi di stasiun-stasiun TV saja. Ternyata tidak, coba kita jalan-jalan di Mall, Perkantoran dan tempat lainnya, dengan gampang kita temukan orang berbusana batik, memang sih, tidak semuanya mengenakan batik, namun setidaknya kuantitas pemakai batik sungguh sangat melimpah dibanding beberapa bulan yang lalu.

Apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Untuk menjawab pertanyaan ini secara akurat dibutuhkan riset yang cukup mendalam, namun secara sederhana ada satu hal yang bisa ditengarai sebagai penyebabnya, yaitu blunder dari negeri jiran malaysia yang mengklaim karya-karya adiluhung nenek moyang kita sebagai karya mereka. Karena hal itulah, secercah semangat nasionalisme bangsa ini bangkit, dari mulai pejabat, desainer, perajin sampai katakanlah tukang sapu jalan ikut terusik. Jadilah batik sebagai pilihan berbusana, meski belum menjadi main wearing, namun setidaknya cukuplah dari pada tidak dilirik sama sekali.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah para pemakai batik itu sudah cukup kemampuan apresiasinya terhadap batik sehingga tidak hanya menjadi pemakai batik saja tapi bisa meningkat menjadi pengagum batik dan bahkan penikmat batik. Ini menjadi tugas bersama para desainer, perajin batik, kurator batik, kolektor batik, pengusaha batik, pemerintah dan para pemerhati atau penikmat batik lainnya.

Batik sebagai salah satu entitas budaya kita yang bisa bertahan dalam berbagai perkembangan jaman perlu dipahami kaidahnya. Kaidah atau batasan batik itu sendiri telah banyak yang mengemukakannya. Di sini hanya sedikit ingin menambahi, bahwa yang disebut batik adalah pewarnaan pada sebuah media tekstil atau lainnya dengan teknik perintang warna, dalam hal ini yang sering digunakan sebagai perintang warna adalah malam atau wax dalam Bahasa Inggris. Dalam kaidah bahasa, batik berasal dari kata Jawa, mbabar dan titik. Mbabar dalam bahasa Jawa berarti suatu rangkaian kegiatan dengan itensitas yang tinggi untuk memaparkan sesuatu sehingga diperoleh suatu pemahaman atau kesan yang diinginkan. Jadi secara sederhana boleh dikatakan bahwa batik adalah suatu hasil karya yang muncul akibat suatu rangkaian usaha memaparkan suatu kesan dengan merangkai titik. Dan sekali lagi perlu ditekankan bahwa batik bukanlah hanya sekadar bahan tekstil yang bermotif kan batik, tapi kita harus tahu membedakannya…

Dari sudut proses karya, batik saat ini dibagi menjadi tiga kategori; batik tulis, batik cap dan batik print. Batik tulis, yaitu proses membatik (menorehkan. menggambar, menulis) malam/wax pada media kain atau lainnya dengan menggunakan canting. Untuk menggarap selembar kain 2,5 meter dengan proses batik tulis dibutuhkan waktu sekurangnya 2 minggu. Itu untuk motif yang sederhana, sementara untuk motif yang rumit bias mencapai 8 bulan bahkan bisa lebih. Sedang batik cap adalah proses pembatikan (menorehkan malam/wax pada media kain atau lainnya) dengan menggunakan cap/stamp. Untuk kain 2,5 meter dengan proses batik cap dibutuhkan waktu sekitar 2 jam. Sementara batik print adalah proses pembatikan dengan menggunakan cara penyablonan (malam disablonkan). Kain 2,5 meter hanya membutuhkan waktu 2 – 3 menit untuk proses batik print ini.

Dari tiga macam proses batik di atas tadi, terserah kita memilih batik yang mana yang akan kita jadikan sebagai kebanggaan kita masing-masing..

Mungkin tehnik ini sudah banyak ditinggalkan oleh para perajin batik dewasa ini. Namun berhubung saya beranggapan banyak batik-batik kuno menjadi suatu karya yang sangat elegant dan masterpiece telah melewati proses pengerjaan dengan cara kuno, maka saya beranggapan bahwa proses ini perlu dipaparkan. Sebelum proses produksi batik pada jaman dulu akan melewati proses persiapan sebagai berikut: memotong kain mori, mengetel, menganji dan mengemplong.

Memotong kain mori; Mori biasanya masih dalam bentuk gulungan, satu gulung sering disebut satu piece. Tiap satu piece berukuran panjang 48 yard atau sekitar 43 meter. Biasanya satu piece akan dipotong menjadi 19 atau 20 lembar kain yang nantinya akan dibuat menjadi tapih/kain jarik atau sarung.

Mengetel; Karena mori dari pabrik yang diperdagangkan selalu dikanji cukup tebal. Untuk membuat batik dengan kwalitas bagus maka perlu dihilangkan kanji itu dan hal ini tidak cukup hanya dengan mencuci biasa, melainkan diketeli dan lalu dikanji ringan. Ada pun cara mengetel yang biasa dilakukan ada beberapa macam; mengetel dengan minyak kacang dan kostik soda, minyak kacang dengan londo merang (tangkai padi) serta mengetel dengan minyak kacang dan soda abu. Terkadang pada jaman dulu minyak kacang digantikan dengan minyak klentheng.
Untuk tehnik lengkapnya nanti akan saya paparkan di lain postingan.

Menganji; Kain mori yang akan dibatik perlu dikanji agar lilin atau malam tidak melebar ketika ditorehkan dan kelak jika dilorod akan mudah. Cara menganji akan saya sampaikan nanti.

Mengemplong; Kain mori yang telah dikanji perlu diratakan agar ketika dibatik nanti akan mudah. Garis malam tidak patah atau pun bengkok.

Itulah sekilas tentang persiapan para leluhur kita dalam memproses karya mereka. Masih adakah yang melakukannya dewasa ini? Masih, tapi hanya beberapa gelintir orang. Saat ini banyak yang bermoto, produksi cepat dapat duit cepat dan mungkin, habisnya cepat ya… Hehehe…

di